Jumat, 09 Januari 2009

KOLEKTOR: HARGA HANCUR KARENA PEDAGANG MUSIMAN

TREND JUAL BELI TANAMAN LEWAT SMS mendapat respon dari dua orang kolektor aglaonema di Jakarta. Bagian tulisan yang mengatakan seolah-olah mereka ada di belakang layar penjualan aglo murah, rupanya membuat mereka sewot. "Ada-ada saja. Memangnya kami sudah gila?"

Yang membuat harga hancur menurut mereka justru para pedagang musiman yang sangat marak dewasa ini. "Mereka bukan pedagang tanaman sejati apalagi pecinta tanaman. Mereka cuma pecinta uang yang tidak bertanggungjawab," kata para kolektor itu kepada LangitLangit.

Seorang kolektor aglaonema lokal di Jakarta Barat menyebut berita bahwa kolektor atau pemain aglaonema berkaliber besar menurunkan harga, sangat menyesatkan, dan hanya membuat kondisi yang ada semakin kacau. "Bahwa ada harga murah memang benar; saya akui ada faktanya. Tapi tidak benar dikatakan, para kolektor ikut mendorong harga menjadi turun seperti itu," katanya.

Bisnis Tanaman di Ujung Tanduk

Kolektor aglo lain di Jakarta Utara yang sering memenangkan kontes tapi wanti-wanti tidak mau disebut jatidirinya, tidak kaget kalau harga aglo kini dijual murah. "Silakan saja. Saya tidak pusing. Kalau mau jual murah, saya juga siap. Hayo," katanya menantang.

Padahal menurut mereka penurunan harga pada dasarnya akan membuat banyak pihak dirugikan. Tidak hanya pedagang yang masih memiliki stok yang dirugikan karena dulu membeli dengan harga tinggi, tetapi para kolektor baru pun ikut dirugikan, karena merasa gengsinya menjadi berkurang dengan merosotnya nilai koleksi mereka. Akibatnya, mereka pun lalu dengan mudah melepas tanamannya dengan harga murah, karena takut harga bakal merosot lagi.

Dan yang lebih celaka lagi, ulah para pedagang musiman itu pada akhirnya membuat kepercayaan konsumen pada iktikad para pedagang sejati menjadi luntur. "Ulah mereka yang memerosotkan harga membuat kesan seolah-olah harga tanaman itu bisa dibuat seenak udel. Dan jika hal itu terjadi, bisnis tanaman hias berada di ujung tanduk," katanya.

Belilah Tanaman Jangan Beli Harga

Kolektor di Jakarta Barat itu mengatakan, harga memang bervariasi. Satu lembar daun aglaonema tetentu saat ini bisa saja dijual Rp. 300rb per daun, tetapi ada juga yang masih mau membeli dengan harga Rp. 1 sampai 2 juta pe rdaun. "Tanaman tidak bisa dihitung seperti kita menjual semen, per lembar, per kantong atau per buah," katanya kesal.

Dan kalau dikatakan saat ini harga selembar daun aglaonema jenis tertentu di pasaran hanya Rp. 300rb, dia juga menantang bahwa pihaknya bisa menjual Rp. 100rb per lembar, tentu saja untuk kualitas rendah. "Orang memang biasanya hanya tertarik harga yang murahnya saja. tetapi tidak jeli melihat kualitasnya seperti apa." katanya. "Orang lebih tertarik angka nominalnya, tapi tidak lihat kualitasnya. Saran saya: Jangan beli harga tapi belilah tanaman yang bagus."

Tak syak, kedua kolektor itu menuding penjualan aglo-aglo lokal di bawah harga pasaran didorong karena maraknya pedagang musiman saat ini. Mereka itu bukan pedagang tanaman dan pecinta tanaman. "Mereka cuma pedagang musiman yang melihat peluang, karena amburadulnya situasi saat ini di mana para pedagang dan pecinta tanaman bisa diadu domba. Mestinya kita pecinta tanaman jangan mau diadu-domba seperti itu. Kalau kita diadu-domba, ya mereka masuk. Mereka itu bukan pecinta tanaman mereka itu pecinta uang," kata kolektor Jakarta Utara sengit kepada LangitLangit.

Ikut Pesta Tapi Tidak Cuci Piring

Menurutnya, orang-orang inilah yang suka membodohi kolektor baru, dengan mengatakan harga sudah murah, cuma agar dia bisa membeli dengan harga murah. "Seperti pada Anthurium dulu, kalau situasi sudah dianggap tidak bisa menguntungkan dirinya, maka mereka pun kabur, kembali ke profesi asal," begitu pendapat kokektor Jakarta Utara.

Kolektor Jakarta Barat setuju dengan pandangan itu. Menurut dia, para pedagang musiman atau dadakan itu tak ubahnya seperti orang ikut makan di pesta kawin, dengan bermodalkan amplop sumbangan hanya berisi 5rb. "Makannya banyak, padahal mereka tidak kenal dengan pemilik hajat. Nah, kalau pesta selesai, mereka kabur, sedang yang punya pesta sibuk mencuci piring." Dan yang lucu, menurut kolektor Jakarta Barat, mereka lebih pakar daripada kolektor. "Hahaha..." katanya tertawa.

"Coba saya mau tanya: waktu Pak Greg Hambali menciptakan silangan baru, pak Purbo membopong Pride of Sumatera jadi juara di Belanda, dan Ibu Suroyo sibuk mengkoleksi aglaonema, mereka ada di mana dan sedang apa?" kolektor Jakarta Utara itu bertanya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda